Aku berkenalan dengannya saat dia sedang ada masalah sama
pacarnya, aku seperti psikolog yang membetahkan diri untuk bersabar mendengar
curhatannya, dan sesekali memberi solusi. Sebut saja namanya Gladys. Saat itu
aku dan Gladys sering bicara tentang
cintanya dengan Riko yang mulai pudar, tak sadar kita juga berbicara dari hati
ke hati tentang rasa sayang antara kita, sampai akhirnya hatiku mulai ditumbuhi
benih-benih cinta darinya.
Aku berharap besar agar Gladys menjadi kekasihku, dan aku
dapat mencerahkan kembali warna hatinya yang pudar. Tapi harapan hanyalah
sekedar harapan, ternyata aku mendapatkan kabar terakhir darinya yang kembali
hangat berhubungan dengan Riko.
Aku mencoba menghapus perasaanku yang berlebihan ke Gladys
pada waktu itu, Aku menyerah, seakan menjadi pecundang yang berlari menjauhi
harapan-harapan itu. tapi aku yakin, racun cintaku pernah masuk ke dalam hatinya.
Beberapa bulan berlalu, aku melihat Gladys jauh di sudut
ruang. Tanpa banyak waktu yang terbuang, perasaanku yang pernah hilang kembali
datang.
Aku mencoba menghampirinya, menguntai pembicaraan yang
sempat kutinggalkan. Kata demi kata maaf mulai terakit menjadi kalimat. Obrolan
semakin hangat karena Gladys sudah putus dengan Riko.
Berselang dua jam saat dimulainya kata pembuka, Gladys dijemput
Artha, pria yang tak asing dalam kehidupanku. Permohonan maaf yang belum
terbalas harus berakhir dengan terpaksa.
Hingga hari Minggu tiba, aku mencoba menemuinya kembali. Kali
ini dia diam seribu bahasa, aku tetap merengekkan kata maaf. Aku sangat merasa
bersalah telah meninggalkannya, menghilang dari kehidupannya, menjadikan diriku
sebagai pecundang yang lari dalam panasnya api cemburu.
Sampai akhirnya Gladys angkat bicara. Lagi-lagi Artha muncul
secara tiba-tiba. Bersamaan dengan itu, Gladys meneteskan air mata. Aku semakin
bingung dengan keadaan ini. Mengapa dia meneteskan air mata yang seharusnya tak
pantas dikeluarkan untukku.
Gladys bercerita dengan tersedu-sedu, “racun cinta yang
pernah kamu kirimkan untukku sedang bereaksi, saat itu aku mulai nyaman
bercerita denganmu. Tapi kenapa kamu hilang seketika? Aku sedih! Sekarang kamu
datang saat aku sudah jadi miliknya”
dengan jari telunjuk mengarah ke Artha.
“sepertinya lagu ini bisa mewakili keadaanku ke kamu saat
ini” lanjutnya sambil memberiku lagu berjudul ‘Aku Yang Akan Pergi’
Sekali lagi aku meminta maaf, “Aku cuma minta maaf, aku
ingin semua kesalahan yang pernah kuperbuat padamu dimaafkan.” Lalu aku pergi
dan dan menghilang. Merasa menjadi pecundang untuk kedua kalinya.
Aku melangkahkan kakiku menjauhinya sambil mendengarkan
lirik lagu dari Band Supernova yang diberikannya.
Perih, kumenjalani.
Sedih yang tak pernah berhenti
Letih, terus kau
sakiti perasaan ini kau bodohi
Dimana dirimu yang
mencintai aku sepenuh hati?
Aku yang akan pergi.
Bila kau enggan memilih. cintaku ini bukan seperti tempat persinggahanmu.
Aku mengambil kesimpulan, ternyata Gladys pernah mengarapkan
sesuatu yang lebih sebelum aku meninggalkannya. Aku menyesal telah
menyia-nyiakan penantiannya sampai akhirnya dia jatuh dalam pelukan Artha.
Semua tahu kalau penyesalan selalu datang di akhir episode.
Dalam pikirku, Gladys akan bahagia bersama Artha.
Waktu terus berlalu, tak sadar sudah sekitar 6 bulan aku
tidak pedulikan Gladys. Aku menjalani hidup seperti biasa,
kuliah-pulang-kuliah-rapat organisasi-kuliah-dan begitu seterusnya. Kesibukan
kuliah memalingkan pehatianku darinya. Bahkan aku benar-benar lupa pernah suka
dia.
***
Ternyata cerita hatiku belum selesei. Kali ini aku melihat
Gladys dengan stylish-nya terbalut
pakaian serba hitam membuat dia terlihat cantik tak seperti biasa. Aku mencoba
menghampiri untuk sekedar bilang “kamu cantik hari ini.”
tak hanya sampai situ. meskipun aku tau dia masih dengan
Artha, tapi aku tak segan mengumbar kata cinta, mungkin ini yang namanya main
hati. Sampai akhirnya kita sering memecah keheningan malam melalui goresann
pesan singkat di handphone. Siapa sih
yang tak galau saat bermain kata bertaburan cinta? Iya aku menganggap dia hanya
sebatas partner galau-ku.
Lama-lama aku semakin terhanyut dalam permainan, yang
tadinya Cuma main galau-galauan sekarang jadi galau beneran. Puncaknya, saat
perayaan valentine 14 Februari 2010, kita saling bertukar kado. Aku memberikan
hadiah valentine buat Gladys dengan wajah memerah, hati yang berdebar,
perassaan yang campur aduk seperti kopi dan susu. Sepertinya aku sedang
merasakan jatuh cinta yang sebenarnya. Aku tak tau apa yang dirasakannya, yang
jelas aku melihat wajahnya yang memerah.
Aku takut kalau dia juga ikut jatuh ke dalam jurang
percintaan yang ku gali. Jika nanti dia menanyakan status kepadaku, aku tak
bisa memberinya kejelasan. Karena aku hanya memenangkan permaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar