Jumat, 17 Februari 2012

Main Hati


Aku berkenalan dengannya saat dia sedang ada masalah sama pacarnya, aku seperti psikolog yang membetahkan diri untuk bersabar mendengar curhatannya, dan sesekali memberi solusi. Sebut saja namanya Gladys. Saat itu aku dan Gladys  sering bicara tentang cintanya dengan Riko yang mulai pudar, tak sadar kita juga berbicara dari hati ke hati tentang rasa sayang antara kita, sampai akhirnya hatiku mulai ditumbuhi benih-benih cinta darinya.

Aku berharap besar agar Gladys menjadi kekasihku, dan aku dapat mencerahkan kembali warna hatinya yang pudar. Tapi harapan hanyalah sekedar harapan, ternyata aku mendapatkan kabar terakhir darinya yang kembali hangat berhubungan dengan Riko.

Aku mencoba menghapus perasaanku yang berlebihan ke Gladys pada waktu itu, Aku menyerah, seakan menjadi pecundang yang berlari menjauhi harapan-harapan itu. tapi aku yakin, racun cintaku pernah masuk ke dalam hatinya. 

Beberapa bulan berlalu, aku melihat Gladys jauh di sudut ruang. Tanpa banyak waktu yang terbuang, perasaanku yang pernah hilang kembali datang.

Aku mencoba menghampirinya, menguntai pembicaraan yang sempat kutinggalkan. Kata demi kata maaf mulai terakit menjadi kalimat. Obrolan semakin hangat karena Gladys sudah putus dengan Riko.
Berselang dua jam saat dimulainya kata pembuka, Gladys dijemput Artha, pria yang tak asing dalam kehidupanku. Permohonan maaf yang belum terbalas harus berakhir dengan terpaksa.

Hingga hari Minggu tiba, aku mencoba menemuinya kembali. Kali ini dia diam seribu bahasa, aku tetap merengekkan kata maaf. Aku sangat merasa bersalah telah meninggalkannya, menghilang dari kehidupannya, menjadikan diriku sebagai pecundang yang lari dalam panasnya api cemburu.

Sampai akhirnya Gladys angkat bicara. Lagi-lagi Artha muncul secara tiba-tiba. Bersamaan dengan itu, Gladys meneteskan air mata. Aku semakin bingung dengan keadaan ini. Mengapa dia meneteskan air mata yang seharusnya tak pantas dikeluarkan untukku.

Gladys bercerita dengan tersedu-sedu, “racun cinta yang pernah kamu kirimkan untukku sedang bereaksi, saat itu aku mulai nyaman bercerita denganmu. Tapi kenapa kamu hilang seketika? Aku sedih! Sekarang kamu datang saat  aku sudah jadi miliknya” dengan jari telunjuk mengarah ke Artha.
“sepertinya lagu ini bisa mewakili keadaanku ke kamu saat ini” lanjutnya sambil memberiku lagu berjudul ‘Aku Yang Akan Pergi’

Sekali lagi aku meminta maaf, “Aku cuma minta maaf, aku ingin semua kesalahan yang pernah kuperbuat padamu dimaafkan.” Lalu aku pergi dan dan menghilang. Merasa menjadi pecundang untuk kedua kalinya.
Aku melangkahkan kakiku menjauhinya sambil mendengarkan lirik lagu dari Band Supernova yang diberikannya.

Perih, kumenjalani. Sedih yang tak pernah berhenti
Letih, terus kau sakiti perasaan ini kau bodohi
Dimana dirimu yang mencintai aku sepenuh hati?
Aku yang akan pergi. Bila kau enggan memilih. cintaku ini bukan seperti tempat persinggahanmu.

Aku mengambil kesimpulan, ternyata Gladys pernah mengarapkan sesuatu yang lebih sebelum aku meninggalkannya. Aku menyesal telah menyia-nyiakan penantiannya sampai akhirnya dia jatuh dalam pelukan Artha. Semua tahu kalau penyesalan selalu datang di akhir episode.
Dalam pikirku, Gladys akan bahagia bersama Artha.

Waktu terus berlalu, tak sadar sudah sekitar 6 bulan aku tidak pedulikan Gladys. Aku menjalani hidup seperti biasa, kuliah-pulang-kuliah-rapat organisasi-kuliah-dan begitu seterusnya. Kesibukan kuliah memalingkan pehatianku darinya. Bahkan aku benar-benar lupa pernah suka dia.

***

Ternyata cerita hatiku belum selesei. Kali ini aku melihat Gladys dengan stylish-nya terbalut pakaian serba hitam membuat dia terlihat cantik tak seperti biasa. Aku mencoba menghampiri untuk sekedar bilang “kamu cantik hari ini.” 

tak hanya sampai situ. meskipun aku tau dia masih dengan Artha, tapi aku tak segan mengumbar kata cinta, mungkin ini yang namanya main hati. Sampai akhirnya kita sering memecah keheningan malam melalui goresann pesan singkat di handphone. Siapa sih yang tak galau saat bermain kata bertaburan cinta? Iya aku menganggap dia hanya sebatas partner galau-ku.

Lama-lama aku semakin terhanyut dalam permainan, yang tadinya Cuma main galau-galauan sekarang jadi galau beneran. Puncaknya, saat perayaan valentine 14 Februari 2010, kita saling bertukar kado. Aku memberikan hadiah valentine buat Gladys dengan wajah memerah, hati yang berdebar, perassaan yang campur aduk seperti kopi dan susu. Sepertinya aku sedang merasakan jatuh cinta yang sebenarnya. Aku tak tau apa yang dirasakannya, yang jelas aku melihat wajahnya yang memerah.

Aku takut kalau dia juga ikut jatuh ke dalam jurang percintaan yang ku gali. Jika nanti dia menanyakan status kepadaku, aku tak bisa memberinya kejelasan. Karena aku hanya memenangkan permaian.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar